Friday, July 21, 2006

setangkai mawar putih

cerpen ketiga gua nih. In memoriam of Theo Haryanto.

SETANGKAI MAWAR PUTIH

Sore itu sepulang sekolah Arif menemani Riska beli buku di Gramedia. Riska bilang dia pengen beli novelnya Fira Basuki, Biru. Gramedia, yang ada di jalan merdeka, emang gak jauh dari SMUN 3 Bandung, tempat mereka sekolah sekarang. Arif nganter Riska pakai BMW andalannya. Bebek Merah Warnanya. Kendaraan klasik warisan leluhur, sejak 1970. Riska temenan deket sama Arif sejak mereka ambil ekskul yang sama, Majalah Sekolah. Riska adalah pemimpin redaksi. Sedangkan Arif, pembantu umum.
Waktu mereka lagi cari novel itu, lewatlah dua orang taruna akademi militer (akmil), mau bayar di kasir. Tampan. Mereka pakai seragam dinas malam, dengan jas dan baret warna coklat, dan pedang panjang di pinggang. Kalo berjalan prok prok prok. Aku seorang kapiten. Mereka berjalan dengan gagahnya. Sepatunya mengkilat. Cling, cling, cling. Mata ikat pinggangnya mengkilat. Cling, cling, cling. Pedang panjang pun mengkilat. Cling, cling,cling. Jidat mengkilat. Okayh, stop it!
Kalo diperhatiin sekilas sih sebenernya Arif gak beda jauh sama taruna-taruna itu. Mata sama dua, kuping sama dua, rambut sama hitam. Cuman ada beda sedikit sih. Yang satu terlihat sehat walafiat, gagah perkasa, sakti mandraguna. Yang satu terlihat seperti penderita komplikasi cacingan, disentri, dan epilepsi akut selama 5 tahun berturut2. Yang satu akan membuat orang menoleh dan mengundang decak kagum. Yang satu akan membuat orang menoleh dan mengundang belas kasihan. Beda sedikit. Arif juga manusia.
Riska masih bengong, menatap taruna2 itu sampai mereka turun tangga dan hilang dari pandangan. Riska emang suka pria-pria berseragam, apalagi taruna akmil. Riska bilang sama Arif, suatu hari bakal ada seorang taruna datang, mengenakan seragam dinas malam lengkap dengan pedang panjangnya, membawa mawar putih, dan katakan cinta. Riska punya mimpi untuk menikah dengan seorang perwira angkatan darat. Arif berjanji dalam hati, tahun depan dia akan masuk akademi militer dan mewujudkan mimpi Riska.

Singkat kata, setelah melewati proses tes yang rumit dan bertele2 khas birokrasi Indonesia, Arif diterima di akademi militer. Arif gak ngasih tau Riska dia keterima disitu karena dia pengen kasih kejutan buat Riska.
Enam bulan pertama di akmil adalah neraka buat Arif. Tiap hari lari pakai seragam lapangan lengkap dengan sepatu boot, helm baja, ransel, dan senapan. Sarapan paginya jalan jongkok dan lompat kodok. Bel bangun pagi, Yang Bunyinya Kayak Terompet Jaman Romawi Kuno Dan Volumenya Bisa Bikin Panik Orang Satu Kampung (YBKTJRKDVBBPOSK), berdering jam setengah 5 pagi. Arif dan kawan-kawan langsung panik pakai seragam olahraga, lari keliling akmil, yang notabene luasnya 10 kali luas kampus UI depok. Abis itu langsung mandi bareng2. Arif mengalami degradasi moral dalam masalah mandi. Jaman SMA, Arif mandi sendiri sambil bergoyang menyanyikan lagu Anita Bahar. Sekarang, Arif mandi bareng bersama 35 orang teman satu barak, menciduk air dari bak besar memanjang, bugil, bergoyang bersama sambil nyanyi garuda pancasila. Sampai2 ada seorang temannya yang dijuluki provost karena, maaph, “helm”nya berwarna putih. Kalo gak mandi bareng, mana ketahuan coba?! Benar2 degradasi moral. Setelah mandi dan berpakaian, yang total memakan waktu kurang dari 5 menit, para kopral berbaris menuju ruang makan bersama untuk sarapan pagi. Dasar tentara. Sarapan pagi aja pakai baris dulu. Pakai acara apel pula untuk pengecekan personel.
“Lapor! Kopral barak 5. Jumlah 36 orang. Lengkap. Siap melaksanakan sarapan pagi. Laporan selesai!”
“Laksanakan!”
“Laksanakan!”
Sarapan pagi, setelah lari keliling akmil, bukanlah surga untuk para kopral, karena harus duduk satu meja dengan senior2 nya, sersan dan mayor (sersan = tingkat 2, mayor = tingkat 3, red). Meja makan berbentuk persegi panjang. Mayor duduk di ujung meja, saling berhadapan. Istilahnya kepala meja. Sedangkan kopral kayak Arif duduk di samping meja. Istilahnya, kacung. Mau makan, “Ijin makan Bang!”. Mau tambah nasi, “Ijin tambah nasi Bang!”. Mau tambah minum, “Ijin tambah minum Bang!”. Mau nasi goreng, “Nasi goreng satu Bang! Jangan lupa telornya dipisah!”. Abis itu langsung dijitak sama mayornya. Kalo gelas mayornya kosong, kopral harus sigap menuangkan air ke gelas mayornya. Kalo mayor ingin tambah nasi, kopral harus sigap menyediakan nasinya. Kalo mayor ngelucu, kopral harus ketawa. Kalo mayornya ngegaring, kopral harus ketawa juga. Pendeknya, mayor adalah raja, kopral adalah hina dina. Pernah suatu kali Arif gak sigap menuangkan air ke gelas mayornya yang udah kosong, mayornya itu langsung memencet gelasnya sendiri sampe pecah. Malam harinya Arif gak tidur dan direndem di bak kamar mandi sang mayor sampai subuh setelah sebelumnya disuruh push up tiga jari sambil nyanyi lagu indonesia raya.
“Kopral Arif masih kuat?”
“Siap mayor! Masih kuat!”
Arif melanjutkan push up sampai 25 kali.
“Kopral Arif masih kuat?”
“Siap mayor! Masih kuat!”
Arif melanjutkan push up sampai 50 kali.
“Kopral Arif masih kuat?”
“Siap mayor! Tidak kuat. Capek mayor!”
Plakkk!!! Arif kena jitak.
“Bodoh kamu! Harusnya bilang siap mayor masih kuat! Ngerti kamu?”
“Siap mayor. Mengerti!”
“Kopral Arif masih kuat?”
“Siap mayor! Masih kuat!!”

Pelajaran di kelas adalah surga bagi kopral. Sebagian kopral tertidur pulas, sebagian lagi mimpi. Biasanya sih para dosen udah maklum. Kalo ada kopral yang tertidur saat pelajaran di kelas, dosen akan membangunkannya dengan tepukan lembut. Setelah itu menyuruh sang kopral untuk mencuci muka dan lari keliling lapangan bola 12 keliling agar tidak mengantuk lagi.
Jam 12, bel YBKTJRKDVBBPOSK, berbunyi lagi. Waktunya makan siang. Makan siang adalah ajang refreshing bagi para mayor setelah pusing dengan pelajaran di kelas. Bagi kopral, makan siang adalah ajang untuk melatih daya ingat. Kegiatan utama di meja makan adalah ‘Tes Siapa Saya?’. Setelah berkenalan sekali, kopral harus menghapal baik2 nama lengkap, jabatan, serta asal daerah mayornya. Lupa adalah dosa besar. Siang itu seorang mayor segera menutupi papan namanya dan bertanya, “Saya siapa kopral?”. Arif ingat. Dia pernah kenalan sama mayor yang satu ini dan langsung menjawab, “Siap! Sersan Mayor Taruna Wisnu Kristianto. Jabatan, Wakil Komandan Polisi Taruna. Asal, Kodam V Siliwangi, Bandung!”. Pernah suatu kali Arif lupa nama seorang mayor, padahal dulu pernah berkenalan. Mayor itu berkata dengan lemah lembut, “Kopral, nanti sehabis apel malam, main2 ke paviliun saya ya”. “Siap Mayor!”. Malam itu Arif menerima pukulan 12 kali di perut, membersihkan kamar mandi sang mayor, dan sebagai makanan penutup guling2 dua keliling lapangan bola. Arif langsung muntah2.
Bukan sekali dua kali Arif ingin mengundurkan diri dari akmil. Tapi Arif mencoba untuk bertahan. Masih dengan mimpinya. Suatu hari akan datang menemui Riska mengenakan seragam dinas malam lengkap dengan pedang panjangnya, membawa mawar putih, dan katakan cinta.

Hari itu Arif udah enam bulan di Akademi Militer. Udah enam bulan pula Arif gak pulang ke kampung halamannya di Bandung. Ada pengumuman bahwa para kopral dipersilahkan memilih posisi yang diinginkan di Canka Lokalanta. Canka Lokananta adalah grup drum band akademi militer. Setiap taruna wajib menjadi bagian dari Canka Lokananta, hanya saja alat yang dipegang memiliki gengsi tersendiri. Tentu saja yang paling bergengsi adalah posisi Penata Rama, pemimpin drum band, yang berdiri di depan barisan dan melakukan atraksi2 yang berbahaya dengan tongkatnya yang panjangnya 1,5 meter. Hanya saja untuk posisi ini, selain kekuatan badan, faktor ganteng juga diperhitungkan. Arif yang menyadari tampangnya pas2an (pas buat dijitak, pas buat dicela), keluar dari kompetisi. Posisi bergengsi lainnya adalah macan. Macan adalah sebutan bagi pemegang bass drum terbesar. Itu lho, bass drum yang segede2 gaban. Berbeda dengan pemegang bass drum di drum band umum, di akmil macan tidak mengikuti barisan. Dia berjalan2 mengelilingi barisan, sambil sesekali melakukan atraksi yang berbahaya, seperti berjalan sambil menggigit ujung bass drum, mengangkat bass drum dengan satu tangan sambil memukul dengan tangan yang lain, melempar2 bass drum, berguling2 sambil memukul bass drum, nelen bass drum bulat2, dan atraksi2 nekat lainnya. Beda tipis sama debus banten lah. Mereka juga menggunakan kostum yang berbeda dengan yang lain, seragam lapangan loreng2 dengan topeng kepala harimau dan jubah kulit harimau. Pokoknya mah gaya lah!
Arif memilih kompetisi di posisi ini.
Siang hari itu 50 kopral calon macan berkumpul di lapangan untuk di tes. Yang mengetes adalah mayor2 yang memegang posisi macan. Tes pertama adalah tes fisik. Lari bawa bass drum, guling bawa bass drum, angkat bass drum pakai satu tangan, berputar2 dengan bass drum. Pendeknya semua aktifitas membawa bass dum. Ke kamar mandi pun bawa bass drum. Hehe. Gak lah. Hanya 8 orang bertahan sampai tes terakhir. Arif masuk hitungan.
Tes terakhir itu adalah tes mental. Para calon macan disuruh mengangkat bass drum tinggi2 sambil nyanyi maju tak gentar. Tau kan? 'Maju tak gentar, membela yang bayar. Maju serentak, bos kita diserang'. Ya gitu lah pokoknya. Ketika Arif sedang mengangkat bass drum itu tinggi sambil menyanyikan lagu maju tak gentar keras2, tiba2 satu bogem mentah nyasar diperutnya. Buuuukkk!!! Arif terkesiap tapi masih bisa bertahan. Dia udah memprediksi datangnya pukulan itu. Mayor yang mukul Arif kaget melihat pukulannya tidak memberikan dampak yang material. Dia bersiap memberikan tes berikutnya, mundur jarak lima meter, pasang kuda2, lari, lompat. Grusakkk!! Mayor itu kepeleset sebelum melompat dan tersungkur menabrak kandang ayam. Mayor itu bertambah marah. Kali ini dia mengambil ancang-ancang lebih jauh, 10 meter, pasang kuda2, lari, lompat dan Buuaaaaakkkkk!!!!! Sepatu boot mayor itu melakukan pendaratan mulus di perut arif. Arif tersungkur, mengeluarkan darah segar dari mulutnya, dan pingsan. Arif dilarikan ke rumah sakit.

Malam itu Arif datang ke rumah Riska, mengenakan seragam dinas malam, lengkap dengan pedang panjang berkilatnya. Arif membangunkan Riska yang udah tertidur pulas dan mengagetkan Riska dengan kedatangannya yang tiba2 itu. Arif memberi Riska setangkai mawar putih. Riska masih berusaha menambah watt matanya, mengumpulkan nyawa, ketika Arif mengatakan cinta. Cinta yang sudah tiga tahun terpendam dalam hati, bersembunyi dalam topeng persahabatan. Arif gak berlama2 di kamar Riska. Setelah mencium kening Riska, Arif pun beranjak pergi.

21 tembakan kehormatan menggetarkan tanah pemakaman, menggetarkan jiwa setiap orang yang hadir. Jiwa orang tua yang melihat anaknya mati muda sia2. Jiwa seorang teman yang kehilangan sahabat setia. Arif gak pernah berhasil keluar dari rumah sakit. Dokter mengatakan limpanya pecah karena pukulan benda tumpul. Setelah seminggu dirawat dalam keadaan koma, Arif akhirnya menghembuskan nafas terakhirnya. Mayor yang melakukan pemukulan dipecat dengan tidak hormat dan sedang menjalani persidangan. Komandan Resimen Koor dan Penata Rama Canka Lokananta diturunkan dari jabatannya, mempertanggungjawabkan kegagalan kepemimpinannya.

Mentari pagi mulai tersenyum cerah saat Riska terbangun dari tidur, tidak yakin atas apa yang dialaminya semalam. Tapi dia tersenyum saat melihat setangkai mawar putih tergeletak diatas meja belajarnya.

6 comments:

Anonymous said...

Saya adalah Sermatar Sukmana Pemimpin Canka Lokananta. Sedih juga baca cerpen fiktif ini. Hubungi fiendster saya, cari di Google.

Anonymous said...

he.. he.. 3x
sedih tapi haru bercampur nostalgia klo baca tulisan ini.
koq bs tau banyak tentang kehidupan taruna yah?

Anonymous said...

Iya tuh, militer tuh kan brutal, manusia tidak beradab.

Anonymous said...

saya sedih membaca ini..
terharu banget..
saya pernah melihat ini nyata :(

Die Seite 13 said...

secara tidak sengaja saya menemukan blog ini. saya sendiri sempet mengenal Theo walaupun tdk lama tapi cukup mengesankan buat saya. kalau boleh tau mas ini kenal theo?

ppupu said...

Sedih :'(